Pati – Bulan suci ramadhan bulan yang penuh berkah, bulan penuh ampunan, bulan umat muslim di seluruh dunia. Selama bulan suci ramadhan, kantor Kemenag Kab. Pati menggelar kegiatan rohani untuk meningkatkan iman dan taqwa pegawai. Pengajian Bakdha Dzuhur Ramadhan salah satunya.
Pengajian Ba'dha Dzuhur Ramadhan pada tahun ini mengkaji kitab Wasiyatul Musthofa dan kitab Nashoihul Ibad. Jadwal kegiatan setiap hari senin sampai dengan kamis selama bulan ramadhan, mulai pukul 12.00- 12.30 WIB. Kajian ini bersifat umum, bisa dihadiri pegawai muslim/muslimah kemenag Pati maupun masyarakat yang sedang singgah di Kemenag Pati. Bertempat di Musholla Al Ikhlas kantor Kemenag Kab. Pati.
Kitab Wasiyatul Musthofa menjadi pilihan yang dihadirkan pada pekan pertama ramadhan kali ini bukan tanpa sebab. Kitab ini berisi wasiat Nabi Muhammad SAW untuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhah, kitab karangan Abdul Wahhab As-Sya’roni ini berisikan nasehat singkat yang baik dibaca dan dihafalkan. Sehingga bisa menjadi pedoman dalam bersikap, baik untuk diri sendiri maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Penjelasan soal isi kitab ini pun menjadi bahan kajian rutin pengajian bakdha dhuhur pegawai Kemenag Pati awal pekan ini. Pada pekan ini, pemateri dalam kajian rutin di awal bulan ramadhan adalah Ustadz Imam Al Mukromin dari seksi Bimas Islam.
Dalam penjelasan kali ini, Kamis (15/4/2021) Ustadz Imam Al Mukromin melanjutkan pembahasan mengenai hadist-hadist yang ada di Kitab Wasiyatul Musthofa, terutama dari bab taharah (bersuci). Hadist kedua di Kitab Wasiyatul Musthofa berisi tentang shalat yang tidak akan diterima Allah. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ''Allah tidak akan menerima shalat salah satu di antara kalian apabila ia dalam keadaan berhadast, hingga kalian berwudhu.'' (HR Bukhari, No.135, 6954).
Dari hadist ini, kata Ustadz Mukromin, pengertian tidak diterima oleh Allah artinya tidak sah apabila orang tersebut berhadast. Syarat tidak diterimanya shalat apabila dia berhadast. Pemahaman sebaliknya, tutur Ustadz Mukromin, adalah apabila dia tidak berhadast, maka akan diterima. ''Sehingga, dari sini dapat diambil faedah, bersuci itu merupakan syarat sah shalat. Maka, selama dia belum berwudhu, tidak sah shalatnya,'' ujar dia.
Dalam fikih, hadast terbagi menjadi dua. Hadast kecil dan hadast besar. Hadast kecil seperti buang air besar dan kecil dan keluar angin dari dubur, menyebabkan seseorang wajib berwudhu. Sementara, hadast besar, seperti haid, junub, dan nifas, mewajibkan seseorang untuk mandi. Selain itu, faedah yang dapat diambil dari hadist tersebut adalah jika seseorang sudah berwudhu untuk shalat, kemudian datang waktu shalat berikutnya dan dia tetap berada dalam keadaan suci maka tidak wajib baginya untuk wudhu lagi.
Namun, Ustadz Mukromin mengingatkan, wudhu di sini adalah wudhu yang sudah terpenuhi semua rukun-rukunnya. Semua anggota badan yang diwajibkan terkena wudhu, tutur Ustadz Mukromin, harus terkena air wudhu. Wudhu ini harus sempurna dan sesuai dengan rukun wudhu yang ada. ''Jadi, hati-hati jangan sampai kita shalat dalam keadaan tidak berwudhu,'' katanya.
Kemudian, Ia pun melanjutkan penjelasan, dari hadis ini, tutur Ustadz Mukromin, dapat diambil faedah, umat Muslim wajib bersungguh-sungguh mencuci anggota wudhu. Jangan sampai anggota wudhu tidak terkena air wudhu. ''Maka dari itu, kalau ada, misalnya, anggota wudhu kita tertutup cat. Maka, kata para ulama, cat itu wajib dihilangkan,'' kata dia.
Selain itu, dalam hadist tersebut, Rasulullah SAW juga memberikan peringatan anggota wudhu yang tidak terkena air wudhu maka akan mendapatkan balasan azab dan siksa neraka. Dari hadist ini juga menunjukkan adanya kewajiban untuk membasuh kaki secara keseluruhan hingga tumit pada saat berwudhu.
Ustaz Mukromin menambahkan, faedah yang diambil dari hadis ini adalah seorang alim tidak diperkenankan membiarkan muridnya melakukan kesalahan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW langsung menegur para sahabat saat melakukan kesalahan dan tidak menyempurnakan wudhu mereka.
Pembahasan Kitab Wasiyatul Musthofa ini memang tidak digelar dalam sekali kajian, melainkan terus digelar secara rutin setiap hari Senin – Kamis, tepatnya pada tanggal 14 – 26 April 2021 mendatang. Kajian ini pun merupakan kegiatan rutin kantor melalui seksi Bimas Islam Kemenag Pati.
Kepala Kemenag Pati Ali Arifin mengaku baru kali ini menghadiri kajian tersebut dikarenakan ini adalah bulan ramadhan pertama ia menjabat sebagai kepala kantor. Dia berharap kegiatan ini bisa menambah wawasan pegawai Kemenag Pati dalam berperilaku sekaligus menjadi motivasi kepada semua yang hadir dalam kajian untuk memperkokoh kualitas iman dan taqwa selama bulan ramadhan di hadapan Allah SWT. Tidak hanya pada bulan suci ramadhan, tetapi hal itu agar terus dilakukan setiap hari.
Sementara Humas Kemenag Pati, Athi’ Mufida mengungkapkan rasa syukurnya bisa hadir, mengikuti sekaligus meliput kegiatan kajian ini. Menurut Athi’, penting bagi muslim/muslimah untuk bisa mengerti dan paham soal hukum-hukum, terutama yang mengatur ibadah. ''Alhamdulillah, tadi dapat beberapa ilmu baru soal hal-hal yang membatalkan wudhu dan kewajiban bagi kita untuk menyempurnakan wudhu,'' katanya sembari berdiskusi dengan kepala kantor di akhir kajian tersebut. (at)